Lelap Ditinggalkan, Megahku Akan Terbit di Ujung Senja

Lelap Ditinggalkan, Megahku Akan Terbit di Ujung Senja

Bagai pohon muda yang tumbuh di tanah tandus, aku belajar berdiri meski hujan tak membasahi, meski kau memilih pergi mencari teduh di dahan lain yang lebih rindang. Langkahku terhenti, namun bukan berarti ku kalah. Kau hanya singgah di hatiku, sementara takdir tengah menulis kisah yang lebih indah di masa depan.

Aku ini perahu yang masih kau anggap rapuh, sementara kau memilih kapal megah di pelabuhan lain. Tapi kelak, ombak akan tahu siapa yang lebih sanggup menantang lautan kehidupan. Engkau seperti kupu-kupu yang terbang ke taman bunga yang lebih berwarna, sementara aku masih jadi kepompong. Tapi ingat, waktu akan membuktikan, kepompong ini akan menjadi sayap yang lebih indah.

Bagaikan padi di sawah yang engkau tinggalkan saat masih hijau, kau pergi mencari bulir yang tampak matang. Namun aku tahu, waktuku akan tiba, dan hasil panen ini akan menjadi kebanggaan bagi diriku sendiri. Pergimu seperti senja yang memudar, memberi ruang bagi malam untuk datang. Tapi aku tahu, malam ini adalah tempatku berproses—menunggu pagi yang membawa terang bagi hatiku yang tak lagi patah.

Aku bagaikan batu yang kau kira tak berharga, sementara kau memilih permata yang bersinar. Tapi ingat, batu ini sedang diasah waktu, dan kelak akan bersinar lebih tajam dari yang kau sangka. Kau tinggalkan aku di tengah pembangunan diriku sendiri, laksana rumah yang kau anggap tak berharga karena belum sempurna. Tapi nanti, saat rumah ini berdiri megah, kau hanya bisa melihatnya dari kejauhan.

Engkau seperti bayang-bayang yang pergi ketika mentari bersinar terik. Namun, aku bukan langit yang meratap kehilangan; aku adalah pemuda yang berjalan menuju senja, menemukan terang dalam perjalananku sendiri. Aku ini bunga yang masih kuncup, sementara kau mengejar taman yang penuh bunga mekar. Kau lupa bahwa waktu akan membuatku berkembang, dan pesonaku akan tumbuh meski tanpamu.

Pergimu bukan akhir segalanya. Seperti malam yang tak selamanya gelap, aku sedang mengukir bintang-bintang kecil di hatiku, menyiapkan cahaya untuk diriku sendiri. Engkau seperti halaman yang terlipat di buku kisahku, tertinggal begitu saja. Tapi aku terus membaca lembar demi lembar, karena perjalanan ini belum berakhir, dan ceritaku masih panjang.

Kau datang saat aku masih mencari pijakan, dan pergi ketika aku sedang mendaki. Tapi biarlah, perjalananku ini akan lebih berarti karena aku tahu, puncak tertinggi kucapai bukan untuk membuktikan, melainkan untuk merayakan diriku yang tak pernah menyerah. Bagaikan kayu bakar di musim dingin, kau memilih api yang lain untuk menghangatkan hati. Namun aku tahu, kobaran semangatku takkan padam hanya karena ditinggalkan.

Aku ini lukisan yang kau anggap belum sempurna, tapi waktu akan memberiku warna-warna baru. Saat kau kembali melihat, kau akan tahu bahwa karyaku jauh lebih indah tanpa sentuhanmu. 

Anda mungkin menyukai postingan ini